Selasa, 16 Desember 2008

IMUNISASI DPT

1. Imunisasi DPT
DPT = (Difteri - Pertusis - Tetanus)
Difteri adalah radang tenggorokan yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian anak hanya dalam beberapa hari saja. Pertusis adalah penyakit radang pernafasan (paru) yang disebut juga batuk rajan atau batuk 100 hari, karena lama sakitnya dapat mencapai 3 bulan lebih atau 100 hari.
Gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi whoop dan diakhiri dengan muntah. Mata dapat bengkak dan berdarah atau penderita dapat meninggal karena kesulitan bernafas. Tetanus adalah penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkancing tidak bisa dibuka.
Vaksin difteri, toksoid dipthteri/ diphteria adalah penyakit akut saluran nafas bagian atas yang sangat mudah menular, penularan melalui percikan ludah atau cairan mulut dan hidung. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman yang tidak dapat bergerak ini dapat bertahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang mengering. Penyakit ini ditandai oleh adanya pertumbuhan membran warna putih keabu-abuan (mukosa yang rusak karena racun bakteri) di daerah tenggorokan. Membran tersebut dapat menutup saluran pernafasan.
Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf. Racun dari kuman tetanus merusak sel saraf pusat tulang belakang, mengakibatkan kejang dan kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari) cukup parah bila menyerang anak balita, bahkan penyakit ini dapat menyebabkan kematian..
Secara alamiah manusia adalah satu-satunya tempat persinggahan diphteriae, agar kuman difteri dapat bertahan dibumi ini. Manusia dikenal sebagai natural host dari bakteri diphteriae. Penularan hanya terjadi melaui kontak dari orang ke orang. Untuk pengobatan bisa menggunakan ADS (Anti Diphterie Serum). Untuk pencegahan diberi vaksin bersamaan dengan vaksin pertusis dan vaksin tetanus toxoid yang dikenal ketiganya dengan vaksin trivalen yaitu DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus).
Vaksin Pertussis, penyakit pertusis tersebar diseluruh dunia, terutama didaerah padat penduduk, cara penularan dikenal melalui jalan udara, airbone. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, namun terbanyak dari usia 1-5 tahun. Penyakit yang dikenal dengan batuk rejan, menyerang bronkhus yakni saluran nafas bagian atas.Gejala awal berupa batuk ringan yang semakin hari semakin berat, dan disertai batuk paroksimal selama dua minggu. Batuk tersebut dikenal dengan whooping cough, yaitu batuk terus tak henti-henti yang diakhiri dengan tarikan nafas panjang berbunyi melengking khas.
Vaksin Tetanus, penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular melalui manusia ke manusia secara langsung. Penyebabnya adalah sejenis kuman yang dinamakan clostridium tetani. Kuman ini (terutama spora atau ’biji’nya) banyak banyak dilingkungan, tersebar luas ditanah dalam bentuk biji yang siap tumbuh. Dan binatang seperti kerbau, kuda menjadi tempat persinggahan sementaranya. Penyakit tetanus dapat berkembang tanpa riwayat luka di tempat lain.
Gejala penyakit tetanus pada awalnya tidak khas, karena tertutupi oleh rasa sakit yang berhubungan dengan luka yang diderita, dan tidak semua penderita tetanus mengalami gejala yang sama, untuk itu ada tiga tipe penderita tetanus, yakni :
a. Tipe pertama, penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal
b. Tipe Kedua, tipe umum, dengan gejala umum yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah, dan seluruh otot badan. Penderita sangat sensitif terhadap suara berisik.
c. Tipe ke tiga, adalah tipe caphalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini relatif jarang. Gejalanya biasanya timbul kekejangan pada otot yang langsung mendapat sambungan saraf pusat, terutama saraf 3,4,9,7 dan 12. (Prof. Umar FA, 2006: 57-63).
Lebih sederhana menurut Husliana. M. 2002:90, DPT adalah sebagaimana berikut:
1. Difteri yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena menimbulkan tersumbat dan kerusakan jantung yang menyebabkan kematian dalam beberapa jam .
2. Pertussis yaitu radang pernafasan atau paru yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari yang diakhiri dengan muntah yang sering menulitkan pernafasan, disertai mata merah dan benkal
3. Tetanus yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkunsi sehingga mulut tidak membuka.

2. Waktu Pemberian Imunisasi DPT
Di Indonesia vaksin terhadap difteri, pertusis, dan tetanus terdapat dalam 3 jenis kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu. Suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, itu sebabnya suntikan ini harus diberikan sebanyak 3 kali.
Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Reaksi yang terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Imunisasi ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan yang menderita kejang demam kompleks.
Pemberian imunisasi DPT pada bayi dilakukan sebanyak 3 kali pemberian pada usia 2-11 bulan, dimulai pada saat bayi berusia 3 bulan dengan selang waktu antara dua penyuntikan minimal 4 minggu. DPT 1 diberikan pada umur 2-4 bulan, DPT 2 pada umur 3-5 bulan, dan DPT 3 pada umur 4-6 bulan, disuntikan secara intramuskuler di bagian paha sebanyak 0,5 ml.
3. Tujuan Imunisasi DPT
Adapun tujuan DPT menurut Markum adalah :
a. Melindungi anak dari penyakit difteri, pertussis, dan batuk rejan dan tetanus
b. Mencegah terjadinya penyakit penyakit difteri, pertussis, dan batuk rejan dan tetanus pada seseorang dan masyarakat.
c. Membentuk kekebalan tubuh balita terhadap serangan penyakit penyakit difteri, pertussis, dan batuk rejan dan tetanus

4. Dampak Yang Timbul Jika Tidak Dilakukan Imunisasi DPT
Adapun dampak yang timbul jika bayi tidak diimunisasi DPT adalah:
1. Dapat menyebabkan kematian
2. Dapat menyebabkan terjadinya penyembuhan jalan nafas
3. Dapat menyebabkan kerusakan pada syaraf yang mengatur kerja jantung dan kerudakan pada otot jantung
4. Dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh seperti ginjal, hati, radang paru, rongga dada, kelumpuhan otot mata dan lain-lian
5. Dapat menyebabkan kerusakan sel susunan syaraf tulang belakang.

5. Tempat Pemberian Imunisasi DPT
Pemberian imunisasi DPT didapatkan melalui :
a. Rumah Sakit Negri maupun swasta di daerah sekitar tempat tinggal
b. Puskesmas di daerah sekitar tempat tinggal
c. Puskesmas Pembantu di daerah sekitar tempat tinggal
d. Posyandu di daerah sekitar tempat tinggal
e. Bidan Praktek swasta di daerah sekitar tempat tinggal



6. Efek Samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan
membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi pada Imunisasi DPT adalah : Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
7. Peran Orang Tua Dalam Imunisasi
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi. Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi. Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat sangat diperlukan. Strobino mengatakan bahwa banyak literatur yang menghubungkan antara faktor orang tua dengan penggunaaan sarana kesehatan baik itu untuk tindakan pencegahan atau pengobatan penyakit, namun hanya sedikit penelitian yang secara khusus mencari hubungan antara pengetahuan dan sikap orang tua dengan imunisasi anak.
Cakupan imunisasi yang rendah merupakan persoalan yang kompleks. Bukan hanya karena faktor biaya, karena ternyata vaksin gratis ternyata juga tidak menjadi jaminan bagi suksesnya imunisasi. Bates mengemukakan hasil penelitian Becher yang mendapatkan bahwa ibu –ibu yang yang anaknya jarang terserang penyakit adalah mereka yang lebih sering memanfaatkan sarana-sarana kesehatan pencegahan. Mereka mengaku bahwa dengan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap sarana pencegahan dan melakukan usaha pencegahan yang teratur, anak mereka dapat terhindar dari sakit. (Ikhsan Setiawan ,www.geocities.com, 2006).
Pemberian Imunisasi dasar dengan vaksin DPT tiga kali masih mengalami beberapa hambatan operasional terutama di daerah pedesaan di Indonesia. Bayi sebanyak 1152 orang berumur antara 3-8 bulan yang dipilih secara acak dari dua Kecamatan di Kabupaten Jombang, Jawa Timur dibagi menjadi tiga group. Group I menerima vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu enam minggu (DPT-DPT-DT), group II menerima vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu tiga bulan (DPT-DT-DPT) dan group III menerima vaksinasi DPT satu kali (DPT-DT-DT). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kekebalan terhadap pertussis yang didapat dari vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu tiga bulan lebih baik bila dibandingkan dengan hasil vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu enam minggu. Walaupun demikian "eficacy" vaksin tersebut masih perlu di monitor terus pada anak yang sama selama dua tahun lagi sebelum dapat diterapkan. (Ikhsan Setiawan ,www.geocities.com, 2006