Jumat, 19 Desember 2008

Keluarga Berencana

Keluarga Berencana


1. Pengertian Kontrasepsi Pria
Kontrasepsi pria adalah salah satu usaha untuk mencegah bertemunya sep sperma dengan sel telur di dalam saluran telur. Metode kontrasepsi pria ini dapat berupa senggama terputus, kondom, dalah satu jenis kontrasepsi permanent pada pria yang dinamakan vasektomi atau lazim disebut sterilisasi. (Rustam mochtar, Hal:328)
Sarwono prawirohardjo,(1999) kontrasepsi pria adalah, usaha- usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan yang dilakukan pada pria baik bersifat sementara maupun permanent.
2. Jenis Kontrasepsi
Peranan pria dalam program KB cukup besar, seperti yang telah diketahu pada kehamilan akan terjadi bila pertemuan antar sperma pria dengan sel telur wanita sehingga terjadi pembuahan. Kontrasepsi pria bertujuan untuk mencegah sperma bertemu dengan sel telur saluran telur. . (Rustam mochtar, Hal:328). Kontresepsi tersebut yakni :
a. Senggama terputus, yaitu senggama yang dijalankan sebagaimana biasa tetapi pada puncak senggama alat kemaluan pria dikeluarkan dari alat kelamin wanita sehingga sperma tidak masuk kedalam vagina.
b. Kodom, yaitu karet tipis baik berwarna/tidak berwarna yang dipakai untuk menutupi zakar atau penis yang ereksi sebelum melakukan senggama, sehingga apabila terjadi ejakuali kelaur akan segera tertampung dan tidak masuk kedalam vagina, dengan demikian kehamilan dapat dicegah.
Cara pemakaian kondom :
1). Sebelum memakai kondom tekan ujungnya untuk mengelarkan udara yang ada, agar tempat berudara kosong, yang merupakan tempat sperma tertampung nantinya.
2). Bukalah gulungan kondom sebelum senggama dilakukan, dan dipasang sewktu penis berdiri, dehingga pada saat sperma keluar akan tertampung pada kondom yang terpasang dengan baik.
3). Setelah senggama selesai dan penis dicaut, jangan ada sperma yang tumpah, setelah itu kondom bias dibuka, dan hanya digunakan sekali untuk setiap kondom
3. Kontasepsi Mantap Pria (vasektomi)
Vasektomi adalah suatu cara kontrasepsi dengan memotong saluran sperma yang terdapat dalam kantong buah zakar (scratum), lalu kedua ujungnya diikat atau dijepit sehingga tidak ada pengantaran spermatozoa dari testis ke penis.
Cara pelaksanaan metode ini :
a. Persiapan pre-operatif kontap pria; sebaiknya rambut pubis dicukur, lalu tindakan antiseptic daerah scratum dengan antiseptic.
b. Anastesi; local dan umu, loka prosedur atau reaksinya kurang dari 10 menit
c. Prosedur kontap pria; lakukan pengidentifikasian dan isolasi vasdeferens lalu insisi scratum dan pisahkan lapisan superficial dair jaringan sehingga vasdeferens dapat diisolasi.
d. Okulasi vasdeferens; umumnya dilakukan pemotongan suatu segmen dari kedua vasdeferens (1-3cm) pada ujungnya, ditutup dengan ligasi yang tidak terlalu kuat untuk menghindari sperma merembes kejaringan sektarnya sehingga terjadi granuloma
e. Terakhir tutup luka insisi dengan cat gut, pada insisi yang kurang 1cm tidak diperlukan jahitan cat gut, cukup ditutup pleter.
f. Perawatan post-operatf kontap pria:
1). Istirahat 1-2 jam.
2). Menghindari pekerjaan berat selama 2.3 hari
3). Kompres dingin pada scratum
4). Analgetik
5). Memakai penopang scratum selama 7-8 hari
6). Luka operasi jangan terkenaair selama 24 jam
4. Keuntungan dari Jenis Kontrasepsi Pria
a. Senggama Terputus
1) Tidak memerlukan alat/murah
2) Tidak menggunakan zat kimiawi
3) Selalu sedia setiap saat
4) Tidak berefek samping (Cuma efek kedepan/ kembung menahun
b. Kondom
1) Mencegah kehamilan
2) Memberi perlindungan terhadap serangan penyakit kelamin
3) Dapat diandalkan
4) Relatif murah
5) Pria ikut secara aktif dalam program KB
c. Vasektomi
1) Aman dan efektif
2) Mordibitas rendah dan tidak ada mortalitas
3) Sederhana, cepat dan menyenangkan
4) Biaya rendah
5) Wanita yang enggan ditangani paramedic pria dengan ini dapat mewakilkan suaminya

5. Kerugian dari Jenis Kontrasepsi Pria
a. Senggama Terputus
1) Angka kegagalan cukup tinggi
2) Kenikmatan seksual berkurang bagi suami isteri, sehingga dapat memengaruhi biduk rumah tangga
b. Kondom
1) Angka kegagaln relative tinggi
2) Perlu breake sejenak aktifitas senggama untuk pemasangan kondom
3) Pemakaian perlu kehati-hatian pada setiap senggama
c. Vasektomi
1) Diperlukan suatu tindakan operatif
2) Kadang menimbulkan komplikasi seperti perdarahan dan infeksi
3) Haematum lebih kurang 2% dari pasien dan biasanya sembuh sendiri.




6. Kontra Indikasi dari Jenis Kontrasepsi Pria
a. Senggama Terputus
Kontra indikasi pada jenis kontrasepsi pria ini adalah ejakulasi premature pada pria
b. Kondom
1) Pria dengan ereksi yang tidak baik
2) Riwayat syok septik
3) Alergi terhadap karet
c. Vasektomi
1) Kontra indikasi dai metode ini adalah kontap pria bila terdapat ionfeksi kulit local, seperti scabies, infeksi tractus nenitalia, kelainan scrotum dan sekitarnya, penyakit sisteatik, psikologis/seksual tidak stabil.

Selasa, 16 Desember 2008

Kehamilan Resiko Tinggi

Kehamilan Resiko Tinggi
A. Pengertian
· Kehamilan
Kehamilan adalah masa murni dankonsepsi sampai lahirnya janin lamanya 280 hari (40 minggu) atau 9 blan 7 hari, dihitung sejak haml pertama haid terakhir (Abdul, 2001:89)

· Kehamilan Resiko Tinggi
Adalah keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi (manuaba,1998:33)
Kehamilah resiko tingi adalah suatu kehamilan yang memiliki resiko besar dari biasanya, baik ibu maupun janinnya bisa terjadi kematian sebelum sedudah persalinan (http:www.medicastore.com)
Kehamilan resiko tinggi adalah suatu kehamilan dimana jiwa dan kesehatan dan bayi dapat terancam (Muchtar, 1998: 201)

B. Faktor-faktor penyebab terjadinya kehamilan resiko tinggi
Menurut Muchtar,1998:201, faktor-faktor penyebab terjadinya kehamilan resiko tinggi pada seorang ibu selama kehamilan, yaitu:

1). Faktor Non Medis
Yang termasuk ke dalam faktor non medis diantaranya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, status gii buruk, atatus ekonomi rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang serba kekurangan.
2). Faktor medis
Penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta, gangguan tali pusat, komlokasi janin, penyakit neonatus dan kelainan gengetik

Kriteria Kehamila Resiko Tinggi
Ibu yang mengalami kehamilan resiko tinggi perlu mendapat pengawasan yang lebih intensif dan perlu dibawa ketempat pelayanan kesehatan sehingga resikonya dapat dikendalikan. Menurut manuaba (1998:33). Kriteria kehamilan resiko tinggi adalah sebagai berkut :
1). Puji Rochyati
Primipara muda umur kurang dari 16 tahun
Primipara Tua umur diatas 35 tahun
Primipara sekunder dengan umur anak tekecil diatas 5 tahun
Tiggi badan kurang dari 145cm
Riwayat kehamlan yang buruk, pernah kegugran, perna, persalinan orematur, laihir mati, riwayat persalinan dengan tindakan (vakum, ekstraksi forseps, operasi SC), pre-eklamasia gravida serotinus, kehamilan ganda, perdarahan antepartum, kehamilan dengan kelainan letak.
Kehamilan dengan penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan

2) Grastelaza Ayala
a. Faktor Antenatal
b. Faktor Intrapartum
c. Faktor Neonatal
d. Faktor Pendidikan

3) Hubert Hutabarat
membagi faktor kehamilan dengan resiko tinggi berdasarkan hal sebagai berikut :
a. Komplikasi Obstetri
i. Umur kurang dari 19 tahun atau diatas 35 tahun.
ii. Paritas : primigravida ta ( diatas 35 tahun) primer atau sekunder, grandmultipara (wanita yang telah melahirkan 5 anak atau lebih)
iii. Riwayat persalinan : abortus lebih dari 2 kali, partus prematur 2 kali atau lebih. Riwayat kematian janin dalam rahim, perdarahan pasca persalinan, riwayat pre-eklamasia-eklamasia, riwayatkehamilan masa hidatidosa, riwayat persalinan dengan tindakan operasi (ekstraksi vakum, ekstraksi forsepdan ekstraksi versi atau plasenta manual) terdapat pisproporsi pefalo pelviki, perdarahan antepartum.

b. Komplikasi Medis
Kehamilan yang disertai dengan :
i. Anemia
ii. Hipertensi
iii. Penyakit jantung
iv. Hamil dengan diabetes melitus
v. Hamil dengan obesitas
vi. Hamil dengan penyakit hepar
vii. Hamil dengan penyakit paru
viii. Hamil disertai penyaikit lain

Akibat atau dampak dari kehamilan resiko tinggi pada janin, menurut Rustam (1998:2003), yaitu :
a. Kemaian janin intra uterin
b. Gangguan pertumuhan dan perkembangan janin selama dalam kandungan
c. Bayi lahir dengan berat badan rendah (<2500gr)
d. Bayi lahir dengan berat bada lebih dari 4000gr
e. Nilai APGAR saat lahir (< 7 )
f. Adanya infeksi intra partal saat bayi lahir
Bayi lahir dengan kelainan congenita

KONSEP DASAR PENGETAHUAN IBU HAMIL

2.2 PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003 : 121). Dari hasil pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo, 2003 : 121).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai terbentuk
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
Green (1991:150) mengatakan peningkatan pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan Variabel perilaku. Pengetahuan dapat diperoleh dari peningkatan pendidikan, karena makin tinggi pendidikan seseorang makin realistis cara berfikirnya serta makin luas ruang lingkup jangkauan berfikirnya (BKKBN.1998:20)
Notoatmodjo (2003:95) mengungkapkan 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang terdiri dari :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahasan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi ( Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisa (Analysis)
Kemampuan menjabarkan materi kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesa (Syntesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi ( Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan bisa didapatkan dengan dua cara yaitu secara formal dan informal. Secara formal pengetahuan bisa didapatkan melalalui pendidikan dibangku sekolah maupun dibangku kuliah. Sedangkan seacra formal pengetahuan dapat diperoleh melalui konsultasi, media cetak, media elektronik, poster dan iklan.
Tingkat Pengetahuan dibagi menjadi tiga bagian :
1) Tinggi
Tinggi diartikan apabila seseorang sudah mampu mengetahui, memahami, mengaplisikan, menganalisis, (menjabarkan materi), dan menghubungkan antara suatu materi dengan materi lain (sintesis), serta kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek (evaluasi). Pengetahuan tinggi dikatakan apabila nilai : 76-100%.
2) Sedang
Pengetahuan sedang diartikan apabila individu kurang mampu untuk mengetahui, memahami, mengaplisikan, menganalisis, serta menghubungkan antara suatu materi dengan materi lain (sintesis), serta kurangnya melakukan penilaian terhadap suatu objek (evaluasi). Pengetahuan sedang diartikan apabila nilai : 60-75%.

3) Rendah
Pengetahuan diartikan apabila individu tidak mampu untuk mengetahui, memahami, mengaplisikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi suatu materi atau objek lain. Pengetahuan rendah diartikan apabila nilai : < 60% (Notoadmodjo : 2002).

ANEMIA IBU HAMIL

Anemia adalah suatu keadaan seorang ibu hamil dimana kadar Hb < 11 gr %. Menurut Supardiman (1997) anemia merupakan suatu keadaan dimana keadaan hipoksia sebagai akibat kemampuan kapitas pengangkutan oksigen dalam darah berkurang. (Prawirohardjo :2005)
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang bisa terjadi pada siapa saja, umumnya wanita lebih banyak menderita anemia dibanding kaum pria dimana anemia bukan suatu penyakit melainkan menifestasi dari perubahan berbagai sistem dalam tubuh pada kehamilan (Prawiroharjo, 1999 : 499).
Tingkatan anemia dalam kehamilan berdasarkan kadar hemoglobin darah yaitu anemia ringan dengan kadar haemoglobin darah (9-10 gr%), anemia sedang dengan kadar haemoglobin darah ( 7 – 8,9 gr %), anaemia berat dengan kadar haemoglobin darah ( < 7 gr %) (Prawirohardjo, 1999: 453).
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh yang kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah ; Abortus, Partus prematurus, Partus lama karena inersia Uteri, Perdarahan post partum karena atonia uteri, syok, serta Infeksi baik intra partum maupun post partum.
Faktor– faktor yang mempengaruhi Anemia dalam kehamilan antara lain ; Sosial ekonomi, umur ibu, status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, serta paritas. (Wirakusumah :1999)

IMUNISASI DPT

1. Imunisasi DPT
DPT = (Difteri - Pertusis - Tetanus)
Difteri adalah radang tenggorokan yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian anak hanya dalam beberapa hari saja. Pertusis adalah penyakit radang pernafasan (paru) yang disebut juga batuk rajan atau batuk 100 hari, karena lama sakitnya dapat mencapai 3 bulan lebih atau 100 hari.
Gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi whoop dan diakhiri dengan muntah. Mata dapat bengkak dan berdarah atau penderita dapat meninggal karena kesulitan bernafas. Tetanus adalah penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkancing tidak bisa dibuka.
Vaksin difteri, toksoid dipthteri/ diphteria adalah penyakit akut saluran nafas bagian atas yang sangat mudah menular, penularan melalui percikan ludah atau cairan mulut dan hidung. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Corynebacterium diphteriae. Kuman yang tidak dapat bergerak ini dapat bertahan beberapa minggu dalam air, suhu dingin (es), susu, serta lendir yang mengering. Penyakit ini ditandai oleh adanya pertumbuhan membran warna putih keabu-abuan (mukosa yang rusak karena racun bakteri) di daerah tenggorokan. Membran tersebut dapat menutup saluran pernafasan.
Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf. Racun dari kuman tetanus merusak sel saraf pusat tulang belakang, mengakibatkan kejang dan kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari) cukup parah bila menyerang anak balita, bahkan penyakit ini dapat menyebabkan kematian..
Secara alamiah manusia adalah satu-satunya tempat persinggahan diphteriae, agar kuman difteri dapat bertahan dibumi ini. Manusia dikenal sebagai natural host dari bakteri diphteriae. Penularan hanya terjadi melaui kontak dari orang ke orang. Untuk pengobatan bisa menggunakan ADS (Anti Diphterie Serum). Untuk pencegahan diberi vaksin bersamaan dengan vaksin pertusis dan vaksin tetanus toxoid yang dikenal ketiganya dengan vaksin trivalen yaitu DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus).
Vaksin Pertussis, penyakit pertusis tersebar diseluruh dunia, terutama didaerah padat penduduk, cara penularan dikenal melalui jalan udara, airbone. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, namun terbanyak dari usia 1-5 tahun. Penyakit yang dikenal dengan batuk rejan, menyerang bronkhus yakni saluran nafas bagian atas.Gejala awal berupa batuk ringan yang semakin hari semakin berat, dan disertai batuk paroksimal selama dua minggu. Batuk tersebut dikenal dengan whooping cough, yaitu batuk terus tak henti-henti yang diakhiri dengan tarikan nafas panjang berbunyi melengking khas.
Vaksin Tetanus, penyakit tetanus adalah penyakit menular yang tidak menular melalui manusia ke manusia secara langsung. Penyebabnya adalah sejenis kuman yang dinamakan clostridium tetani. Kuman ini (terutama spora atau ’biji’nya) banyak banyak dilingkungan, tersebar luas ditanah dalam bentuk biji yang siap tumbuh. Dan binatang seperti kerbau, kuda menjadi tempat persinggahan sementaranya. Penyakit tetanus dapat berkembang tanpa riwayat luka di tempat lain.
Gejala penyakit tetanus pada awalnya tidak khas, karena tertutupi oleh rasa sakit yang berhubungan dengan luka yang diderita, dan tidak semua penderita tetanus mengalami gejala yang sama, untuk itu ada tiga tipe penderita tetanus, yakni :
a. Tipe pertama, penderita hanya mengalami kontraksi otot-otot lokal
b. Tipe Kedua, tipe umum, dengan gejala umum yakni spasme otot khususnya otot dagu, wajah, dan seluruh otot badan. Penderita sangat sensitif terhadap suara berisik.
c. Tipe ke tiga, adalah tipe caphalic (tipe susunan saraf pusat), tipe ini relatif jarang. Gejalanya biasanya timbul kekejangan pada otot yang langsung mendapat sambungan saraf pusat, terutama saraf 3,4,9,7 dan 12. (Prof. Umar FA, 2006: 57-63).
Lebih sederhana menurut Husliana. M. 2002:90, DPT adalah sebagaimana berikut:
1. Difteri yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena menimbulkan tersumbat dan kerusakan jantung yang menyebabkan kematian dalam beberapa jam .
2. Pertussis yaitu radang pernafasan atau paru yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari yang diakhiri dengan muntah yang sering menulitkan pernafasan, disertai mata merah dan benkal
3. Tetanus yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkunsi sehingga mulut tidak membuka.

2. Waktu Pemberian Imunisasi DPT
Di Indonesia vaksin terhadap difteri, pertusis, dan tetanus terdapat dalam 3 jenis kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu. Suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, itu sebabnya suntikan ini harus diberikan sebanyak 3 kali.
Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Reaksi yang terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Imunisasi ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan yang menderita kejang demam kompleks.
Pemberian imunisasi DPT pada bayi dilakukan sebanyak 3 kali pemberian pada usia 2-11 bulan, dimulai pada saat bayi berusia 3 bulan dengan selang waktu antara dua penyuntikan minimal 4 minggu. DPT 1 diberikan pada umur 2-4 bulan, DPT 2 pada umur 3-5 bulan, dan DPT 3 pada umur 4-6 bulan, disuntikan secara intramuskuler di bagian paha sebanyak 0,5 ml.
3. Tujuan Imunisasi DPT
Adapun tujuan DPT menurut Markum adalah :
a. Melindungi anak dari penyakit difteri, pertussis, dan batuk rejan dan tetanus
b. Mencegah terjadinya penyakit penyakit difteri, pertussis, dan batuk rejan dan tetanus pada seseorang dan masyarakat.
c. Membentuk kekebalan tubuh balita terhadap serangan penyakit penyakit difteri, pertussis, dan batuk rejan dan tetanus

4. Dampak Yang Timbul Jika Tidak Dilakukan Imunisasi DPT
Adapun dampak yang timbul jika bayi tidak diimunisasi DPT adalah:
1. Dapat menyebabkan kematian
2. Dapat menyebabkan terjadinya penyembuhan jalan nafas
3. Dapat menyebabkan kerusakan pada syaraf yang mengatur kerja jantung dan kerudakan pada otot jantung
4. Dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh seperti ginjal, hati, radang paru, rongga dada, kelumpuhan otot mata dan lain-lian
5. Dapat menyebabkan kerusakan sel susunan syaraf tulang belakang.

5. Tempat Pemberian Imunisasi DPT
Pemberian imunisasi DPT didapatkan melalui :
a. Rumah Sakit Negri maupun swasta di daerah sekitar tempat tinggal
b. Puskesmas di daerah sekitar tempat tinggal
c. Puskesmas Pembantu di daerah sekitar tempat tinggal
d. Posyandu di daerah sekitar tempat tinggal
e. Bidan Praktek swasta di daerah sekitar tempat tinggal



6. Efek Samping Imunisasi:
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yan
membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi pada Imunisasi DPT adalah : Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.
7. Peran Orang Tua Dalam Imunisasi
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi. Program imunisasi dapat berhasil jika ada usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi. Jika suatu program intervensi preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatan masyarakat sangat diperlukan. Strobino mengatakan bahwa banyak literatur yang menghubungkan antara faktor orang tua dengan penggunaaan sarana kesehatan baik itu untuk tindakan pencegahan atau pengobatan penyakit, namun hanya sedikit penelitian yang secara khusus mencari hubungan antara pengetahuan dan sikap orang tua dengan imunisasi anak.
Cakupan imunisasi yang rendah merupakan persoalan yang kompleks. Bukan hanya karena faktor biaya, karena ternyata vaksin gratis ternyata juga tidak menjadi jaminan bagi suksesnya imunisasi. Bates mengemukakan hasil penelitian Becher yang mendapatkan bahwa ibu –ibu yang yang anaknya jarang terserang penyakit adalah mereka yang lebih sering memanfaatkan sarana-sarana kesehatan pencegahan. Mereka mengaku bahwa dengan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap sarana pencegahan dan melakukan usaha pencegahan yang teratur, anak mereka dapat terhindar dari sakit. (Ikhsan Setiawan ,www.geocities.com, 2006).
Pemberian Imunisasi dasar dengan vaksin DPT tiga kali masih mengalami beberapa hambatan operasional terutama di daerah pedesaan di Indonesia. Bayi sebanyak 1152 orang berumur antara 3-8 bulan yang dipilih secara acak dari dua Kecamatan di Kabupaten Jombang, Jawa Timur dibagi menjadi tiga group. Group I menerima vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu enam minggu (DPT-DPT-DT), group II menerima vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu tiga bulan (DPT-DT-DPT) dan group III menerima vaksinasi DPT satu kali (DPT-DT-DT). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kekebalan terhadap pertussis yang didapat dari vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu tiga bulan lebih baik bila dibandingkan dengan hasil vaksinasi DPT dua kali dengan jarak waktu enam minggu. Walaupun demikian "eficacy" vaksin tersebut masih perlu di monitor terus pada anak yang sama selama dua tahun lagi sebelum dapat diterapkan. (Ikhsan Setiawan ,www.geocities.com, 2006